Berantas Judi Online di Tengah Aturan yang Tak Membuat Jera

Akun YouTube DPR RI menampilkan live permainan judi online dengan bahasa Turki.(Foto : cnnindonesia)

IDNPRO.CO, JAKARTA – Pemerintah mulai menaruh perhatian khusus untuk memberantas judi online di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online.

Menko Polhukam Hadi Tjahjanto didapuk menjadi ketua satgas tersebut. Sementara Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi ditunjuk sebagai Ketua Harian Bidang Pencegahan, dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dipercaya sebagai Ketua Harian Bidang Penegakan Hukum.

Dalam sebuah pernyataan, Jokowi turut meminta masyarakat untuk tidak berjudi usai marak kasus judi online berujung pembunuhan atau kasus kejahatan lain.

Jokowi meminta masyarakat memanfaatkan dengan sebaik-baiknya bila memiliki rezeki. Dia berkata uang yang ada sebaiknya ditabung atau dijadikan modal usaha.

“Ya, ini secara khusus saya ingin sampaikan jangan judi, jangan judi, jangan berjudi, baik secara offline maupun online,” kata Jokowi dalam siaran kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (12/6/24).

Pemerintah diminta tegas perangi judi online

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan memberantas judi online hingga ke akarnya bukanlah sebuah upaya yang mudah.

Apalagi, kata dia, teknologi internet sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia dalam relasinya dengan sesama di berbagai sektor.

“Judi online sendiri merupakan efek negatif dari penggunaan online sebagai sarana komunikasi. Sama dengan pemberantasan judi pada umumnya, judi daring ini hanya bisa ditutup dengan memblokir jaringan internetnya, tetapi penutupan pasti juga akan membawa banyak korban,”Kamis (13/6/24) malam.

Diketahui, beberapa waktu lalu sempat muncul isu untuk melegalkan judi online. Abdul menyebut usulan tersebut sebenarnya menarik, namun risikonya lebih besar karena menyangkut keselamatan mental seluruh rakyat Indonesia.

Apalagi, judi online ini tak hanya menyasar masyarakat biasa. Bahkan, aparat penegak hukum pun turut menjadi korbannya.

Salah satu kasus teranyar yakni seorang Polwan berinisial FN (28) yang membakar suaminya, Briptu RDW (27) di Asrama Polisi Mojokerto, Jawa Timur. Peristiwa itu ternyata dipicu oleh kekesalan FN terhadap RDW yang kerap menghabiskan uang untuk judi online.

“Jadi sudah cukup pembuktian kerusakan, karena itu negara, pemerintah harus mengambil tindakan tegas, selain penegakan hukum juga mencanangkan program perang terhadap judi online selama lima tahun atau satu periode pemerintahan dan bisa diperpanjang jika dibutuhkan,” tutur Abdul.

“Dengan terus mengobarkan bendera perang terhadap judi online sepanjang tahun, mudah-mudahan bisa menumpas habis eksistensi dari judi online ini,” imbuhnya.

Fase darurat judi online

Terpisah, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha menyebut saat ini Indonesia sudah memasuki fase darurat judi online.

Pasalnya, meski ratusan ribu situs judi online telah diblokir, situs-situs serupa terus muncul, bahkan dengan jumlah tak kalah banyak.

“Bahkan peretas pernah mengambil alih akun Youtube resmi DPR-RI dan dipergunakan untuk menyiarkan secara langsung permainan judi online slot,” kata Pratama.

Disampaikan Pratama, pemberantasan judi online ini tak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak saja. Melainkan harus dilakukan dengan kerja sama dari berbagai pihak.

Karenanya, kata dia, pembentukan Satgas Pemberantasan Judi Online ini merupakan satu langkah tepat yang diambil oleh pemerintah.

“Karena selama ini masing-masing pihak melakukan tindakan pemberantasan judi online masih secara sendiri-sendiri sesuai dengan tupoksi dari masing-masing kementerian dan lembaga, tanpa ada suatu pihak yang mengorkestrasikan tindakan tersebut sehingga tindakan pemberantasan judi online menjadi kurang efektif karena tidak terkoordinir dengan baik,” tutur Pratama.

Selain itu, lanjut dia, penegakan hukum yang maksimal juga sangat diperlukan dalam upaya pemberantasan judi online yang efektif.

Menurut dia, langkah-langkah penegakan hukum yang baik harus bisa membuat jera bandar, agen, dan pelaku judi online. Misalnya dengan melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap praktik judi online, termasuk melacak jejak digital dan aktivitas para pelaku.

“Hal ini penting untuk mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk proses hukum selanjutnya. Setelah bukti cukup kuat terkumpul, lembaga penegak hukum perlu melakukan penindakan tegas terhadap bandar, agen, dan pelaku judi online,” kata Pratama.

Lebih lanjut, Pratama menyampaikan yang tak kalah penting adalah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya dan konsekuensi dari perjudian online.

Dengan demikian, diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat dan dapat mengurangi minat serta partisipasi dalam praktik judi online.

“Kerja sama antara lembaga penegak hukum, pemerintah dan masyarakat sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari perjudian online ilegal,” ucap Pratama.

Tutup transaksi keuangan

Sementara, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES) Bambang Rukminto menyebut pemberantasan judi online bisa dimulai dengan menutup transaksi keuangan.

Sebab, kata dia, judi online tak bisa lepas dari transaksi keuangan yang tetap menggunakan sarana yang masih bisa terkendali dan berizin, misalnya perbankan.

“Jadi langkah pertama bila serius untuk melakukan pemberantasan judol, adalah menutup transaksi keuangan mereka. Karena kecepatan menutup konten, ternyata tak mengalahkan produksi konten judol,” ujarnya.

Bambang mengatakan selama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebenarnya sudah memiliki data soal aliran keuangan terkait judi online.

Yang menjadi permasalahan, kata dia, adalah bagaimana upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat. Karenanya, dengan satgas tersebut seharusnya bisa membuat aparat penegak hukum semakin tegas dalam melakukan penindakan.

“Harusnya demikian (tegas dalam menindak judi online). Kalau enggak lebih berani, terus fungsinya apa cuma untuk gagah-gagahan saja?” ucap dia.

Ancaman pidana belum optimal

Di sisi lain, Bambang turut menyoroti soal ancaman pidana terhadap para pelaku judi online yang belum optimal dan belum memberikan efek jera.

Selama ini, dalam kasus judi online aparat penegak hukum biasanya menerapkan Pasal 303 KUHP tentang perjudian, UU ITE, hingga UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dalam Pasal 303 KUHP, hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp25 juta. Sedangkan untuk TPPU, hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp2 miliar.

Namun, dalam praktiknya, vonis yang dijatuhkan terhadap para pelaku judi online ini masih terbilang rendah.

Misalnya, bos judi online kelas kakap di Medan, Apin BK alias Jonni yang divonis hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan.

Kemudian, Pengadilan Tinggi Sumatera Utara memperberat vonis Apin BK dengan hukuman 3 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.

Lalu, Youtuber Ferdiansyah alias Ferdian Paleka dijatuhkan hukuman delapan bulan penjara dan denda Rp70 juta subsider enam bulan dalam kasus promosi judi online oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN)Bandung.

Merujuk hal tersebut, kata Bambang, pemerintah harus segera mengesahkan RUU Perampasan Aset yang diharapkan bisa membuat jera para pelaku judi online.

“Itu saja (KUHP, UU ITE, dan TPPU) tentu tak cukup membuat jera. Makanya perlu segera diterbitkan UU terkait perampasan aset hasil kejahatan,” kata dia.

Penulis: DelaEditor: Redaksi
Exit mobile version
https://idnpro.co/