Kejagung Kembali Periksa Robert Bonosusatya di Kasus Korupsi Timah

Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa pengusaha Robert Bonosusatya terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 pada hari ini. (foto: cnnindonesia)

IDNPRO.CO, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali memeriksa pengusaha Robert Bonosusatya terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022 pada hari ini.

“Ini lagi diperiksa. Nanti kita rilis mengenai data-data lengkap orangnya,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana, Rabu (3/4/24).

Robert sebelumnya diperiksa penyidik dalam kasus yang sama, pada Senin (1/4/24) pukul 22.30 WIB. Ia tidak berbicara banyak usai diperiksa selama 9 jam di Kejaksaan Agung.

“Sebagai warga negara yang baik, saya sudah melakukan kewajiban, mentaati peraturan yang ada, saya sudah diperiksa,” kata Robert kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Senin (1/4/24).

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan pemeriksaan tersebut dilakukan untuk memastikan ada tidaknya keterkaitan antara Robert dengan PT Refined Bangka Tin (RBT).

“(RBS) kami periksa untuk memastikan keterkaitan yang bersangkutan dengan PT RBT. Apakah sebagai pengurus, apakah sebagai Benefit Official Ownership atau memang tidak ada kaitannya sama sekali,” jelasnya kepada wartawan, Selasa (2/4/24).

Kuntadi menjelaskan lewat pemeriksaan itu diharapkan dapat membuat terang benderang status sosok Robert Bonosusatya dalam kasus dugaan korupsi komoditas timah tersebut.

“Yang jelas kami melihat ada urgensi yang perlu kami klarifikasi kepada yang bersangkutan untuk membuat terang peristiwa pidana ini,” pungkasnya.

Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.

Penulis: DelaEditor: Redaksi
Exit mobile version
https://idnpro.co/