KEmaren saya sengaja mengajak ketua Harian Ikatan Keluarga Sumatera Barat, M Al Ichsan dan Ketua Gema Minang, Antoni Lendra berdiskusi mengenai arah politik orang Minang di Pilkada Kota Batam dan Kepri
Saya termasuk orang Minang di Kota Batam yang beruntung bisa bergaul dengan hampir semua lapisan orang Minang (dari elite, akademisi, pedagang, hingga petani dan nelayan), dan juga pernah bekerja sama dan berinteraksi dengan suku bangsa lain.
Pilkada Kepri dan Kota Batam adalah barometer kekuatan Minang yang sebenarnya. Setelah sekian lama, tahun lalu disepakati bahwa dalam pertemuan para petinggi dan majelis tinggi, bahwa orang Minang boleh berpolitik dan menentukan sikap. Muaranya pastilah dukungan pada salah satu paslon.
Diskusi ringan itu menghasilkan putusan tidak resmi yang harus dimusyawarahkan di tingkat organisasi, bahwa pilihan itu akan dijatuhkan kepada kandidat yang punya kriteria jargon yang disebut Tokoh, Takah, dan Tageh (3T).
Menurut orang Minang, orang yang pantas menjadi pemimpin bukanlah sekadar tokoh yang elit dan memiliki kemampuan lebih dari masyarakat kebanyakan, tapi juga memiliki karisma (takah) dan gairah atau semangat (tageh).
Ada satu nama untuk menjadi Calon Gubernur Kepri dan Calon Wali Kota Batam yang kami diskusikan, yang tentunya kandidat itu akan mewakili 27 persen suara orang Minang di tanah Melayu.
Pilkada 2020 akan menjadi batu ujian bagi kematangan demokrasi masyarakat Minang di perantauan. Pepatah Minang “Alun Bakilek Lah Bakalam, Bulan Lah Langkok Tigo Puluah, Alun Takilek Lah Tapaham, Raso Lah Tibo Dalam Tubuah” yang artinya seorang pemimpin harus arif bijaksana, memahami hal-hal yang terjadi, dan mampu mencari jalan keluar serta memecahkan persoalan.
Kriteria kandidat sesuai pepatah itu akan diputuskan dalam waktu dekat.
Penulis: Hendri Rahman, Direktur Batam Reseach Center