Ahli Beber Alasan Kerusakan Ekologis Kasus Timah Jadi Kerugian Rp300 T

Ilustrasi. Pertambangan timah di Kepulauan Bangka Belitung. (Foto : cnnindonesia)

IDNPRO.CO, JAKARTA – Ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo menjelaskan alasan terkait masuknya nilai kerusakan ekologis sebagai total kerugian negara di kasus korupsi tata niaga timah Izin Usaha Pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022 di Kepulauan Bangka Belitung.

Bambang memastikan akibat kasus korupsi itu terjadi kerusakan lingkungan pada area-area yang menjadi lokasi pertambangan timah.

Ia menegaskan hal tersebut juga sudah dipastikan dari hasil uji laboratorium terhadap sampel-sampel tanah hingga vegetasi yang diambil dari lokasi pertambangan.

“Setelah ada hasil analisa laboratorium, berdasarkan hasil sampel yang kita ambil, maka dipastikan wilayah tersebut sudah rusak,” ujarnya dalam konferensi pers, Jakarta, Rabu (29/5/24).

Dari hasil uji laboratorium itulah, kata Bambang, kemudian pihaknya melakukan perhitungan nilai kerusakan lingkungan. Akhirnya mereka mendapati angka sebesar Rp271,6 triliun.

Rp271,6 T bukan sekedar potensi kerugian negara

Ia menegaskan seluruh perhitungan tersebut dilakukan dengan indikator dan parameter yang jelas. Oleh karenanya Bambang membantah apabila nilai Rp271,6 triliun disebut sebagai potensi kerugian semata.

“Semua itu diukur, tidak dikira-kira dan parameternya sudah jelas, dan sehingga tidak ada istilah potential loss, itu adalah betul-betul total loss,” jelasnya.

“Jadi ada ekologis yang terganggu, kemudian yang kedua adalah ekonomi lingkungan yang rusak, dan yang ketiga itu adalah pemulihan yang harus dilakukan,” imbuh Guru Besar IPB yang bidang keahliannya terkait Perlindungan Hutan, Kebakaran Hutan, dan Lingkungan tersebut.

Bambang menjelaskan kerugian ekologis dan ekonomi yang timbul merupakan suatu kerugian bagi negara. Pasalnya, ia menyebut apabila tidak terjadi kerusakan, maka negara bisa mendapatkan keuntungan baik dari segi keuangan ataupun lingkungan.

Alih-alih mendapat manfaat, akibat kejadian korupsi tersebut Bambang menyebut negara justru harus memikirkan upaya pemulihan lahan yang juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

“Kalau tidak dipulihkan tanggung jawab siapa, dari investigasi yang ada apapun alasannya PT Timah harus tanggung jawab terhadap apa yang terjadi,” tegasnya.

22 tersangka korupsi timah

Dalam kasus korupsi ini, Kejagung telah menetapkan total 22 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah.

Dari mulai Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Terbaru, Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) nilai kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.

Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.

Penulis: DelaEditor: Redaksi
Exit mobile version
https://idnpro.co/