Ahli Hukum: Setelah Firli, Wamenkumham Harusnya Juga Dinonaktifkan

Rifandy Ritonga (foto: detikcom)

IDNPRO.CO, JAKARTA –  Presiden Jokowi menonaktifkan Firli Bahuri dan mengangkat Nawawi Pomolango menjadi Ketua KPK sementara karena statusnya Firli tersangka.

Langkah serupa juga dinanti para ahli hukum untuk dilakukan kepada Wamenkumham yang juga berstatus tersangka korupsi.

“Kita berharap, langkah bijak Presiden untuk nonaktifkan Ketua KPK, juga dilakukan kepada Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej yang juga bersetatus tersangka,” kata pengajar FH Universitas Bandar Lampung (UBL) Rifandy Ritonga kepada wartawan, Selasa (28/11/2023).

Menurut Rifandy Ritonga, langkah itu agar masyarakat menilai Presiden Jokowi tidak tebang pilih.

“Hal ini penting dilakukan agar proses hukum yang dijalani bisa berjalan dengan baik, menepis angapan sifat tembang pilih Presiden, pada kausus hukum yang dihadapi oleh bawahannya. Jika itu benar hal ini akan berdampak pada kepercayaan publik kepada Pemerintah,” beber Rifandy Ritonga.

Rifandy Ritonga berharap KPK langsung tancap gas mengusut kasus korupsi Wamenkumham itu.

“Kita mendorong KPK untuk tidak berlalur larut pada posisi penetapan tersangka atas dugaan permasalahan hukum Wamenkumham ini. Kita tidak ingin permasalahan ini akan membuat KPK lebih terjun bebas, terlebih setelah penetapan Ketua KPK sebagai tersangka,” ungkap Rifandy Ritonga.

Rifandy Ritonga mengingatkan pentingnya etika pejabat negara. Sebab, etika pejabat menjadi contoh bagi masyarakat luas.

“Meskipun asas praduga tak bersalah harus selalu di kedepankan dalam permasalahan penegakan hukum, namun kali ini kita semua menyoroti tentang mundurnya sifat malu di kalangan pejabat publik yang terjerat masalah hukum terlebih ini sudah bersetatus sebagai tersangka.

Ini menjadi ancaman serius bagi kontrol sosial jika rasa malu ini tidak dimiliki oleh setiap pejabat publik yang terjerat permasalahan hukum, terlebih hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi,” beber Rifandy Ritonga.

Di mana Wamenkumham terakhir tampak ikut dalam rapat bersama Komisi III DPR. Menurut Rifandy Ritonga, hal itu membuat moralitas pejabat dipertanyakan.

“Sejauh apa pristiwa hukum yang telah dibuat dan menjadi buah bibir media, bahwakan telah ada penetapan hukum, namun tetap yang bersangkutan masih tegak berdiri pada jabatan publiknya. Ini menjadi kehancuran moral pengelolaan negara kita, khususnya pelayanan hukum dan hak asasi manusia yang diembannya sekarang,” pungkas Rifandy Ritonga.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan kasus dugaan gratifikasi dengan terlapor Eddy Hiariej sudah naik ke tahap penyidikan. Ada empat tersangka dalam kasus ini.

Alex mengatakan surat perintah penyidikan telah ditandatangani sekitar beberapa pekan yang lalu. Alex mengatakan tiga tersangka sebagai penerima dan satu tersangka sebagai pemberi.
“Kemudian, penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tanda tangan sekitar 2 minggu yang lalu, Pak Asep, sekitar 2 minggu yang lalu dengan empat orang tersangka. Dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu. Itu. Clear, kayaknya sudah ditulis di majalah Tempo,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers, Kamis (9/11).

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly merespons status tersangka Wamenkumham Eddy Hiariej di KPK. Yasonna menyebutkan pihaknya tetap berpijak pada asas praduga tak bersalah.

“Jadi, kita silakan saja ini kan proses dan kita harus tetap berpijak pada asas praduga tak bersalah. Jadi ada koreksi, ada ini silakan saja ya kan,” ungkap Yasonna.

“Kita menghormati proses-proses seperti itu pada saat yang sama kita juga menghargai asas praduga tak bersalah,” imbuh Yasonna. (*/Del)

Sumber :detikcom

Exit mobile version
https://idnpro.co/