Korban Tragedi 1965: Permintaan Maaf Belanda Pukulan Keras buat Jokowi

Ketua YPKP 1965-66 Bedjo Untung dan beberapa delegasi menyambangi Kemenkopolhukam untuk meminta perlindungan, Jakarta, Senin 9 Mei 2016. (photo: cnnindonesia.com)

IDNPRO.CO, Jakarta — Salah satu korban pelanggaran HAM berat pada Tragedi 1965, Bedjo Untung menyambut baik sikap Pemerintah Belanda yang meminta maaf kepada Indonesia atas kekerasan yang dilakukannya pada 1945-1949.

Dia menilai permintaan maaf itu seharusnya menjadi koreksi bagi Pemerintahan Joko Widodo agar bersedia meminta maaf kepada para korban pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Ini adalah pukulan atau sindiran yang sangat keras kepada Pemerintah Indonesia yang semestinya juga melakukan hal yang sama, yaitu meminta maaf kepada para korban pelanggaran HAM berat, khususnya korban ’65,” kata Bedjo kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Jumat (18/2).

Saat ini, para korban Tragedi 1965 banyak yang telah sepuh, sakit-sakitan, dan tak sedikit pula yang sudah meninggal dunia. Menurut Bedjo, permintaan maaf bisa menjadi hiburan tersendiri bagi para korban yang masih hidup.

Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965-66 itu mengatakan permintaan maaf adalah langkah awal untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu oleh negara. Setelah itu, kata Bedjo, permintaan maaf harus diikuti dengan pemenuhan hak-hak korban, seperti pemulihan nama baik, rehabilitasi, kompensasi, reparasi.

“Nama Jokowi akan menjadi harum apabila di periode kedua ini bisa menyelesaikan persoalan pelanggaran HAM berat,” katanya.

Dia menjelaskan, selama ini pihaknya telah berulang kali mendesak pemerintahan Jokowi agar setidaknya menyampaikan permintaan maaf. Sebab menurutnya, korban Tragedi 1965 merupakan martir berdirinya Orde Baru.

“Kalau permintaan maaf itu dia [Jokowi] berat hati, cukup melakukan penyesalan. Pernyataan penyesalan bahwa telah terjadi suatu pembunuhan massal tahun 1965 yang melibatkan jutaan korban,” ujarnya.

Dia mengatakan dengan pernyataan penyesalan, hal itu berarti Presiden Jokowi mengakui bahwa pada 1965 telah terjadi kejahatan kemanusiaan. Kejahatan yang menurutnya melibatkan aparat negara.

Bahkan dokumen internasional menyebutkan keterlibatan pihak asing dalam pembunuhan massal 1965, termasuk Inggris, Jerman, dan CIA.

“Pemerintah Indonesia masih kurang apalagi? Saya dengan ini mendesak supaya pemerintahan Jokowi segera menyelesaikan janjinya, setidak-tidaknya di akhir pemerintahan ini harus diselesaikan,” ucapnya.
Bedjo menduga yang menjadi hambatan Jokowi untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu karena di lingkaran kekuasaan masih banyak orang sisa Orde Baru.

“Ini sudah menjadi amanat undang-undang dan janji Jokowi akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat secara bermartabat dan berkeadilan,” katanya.

Sebelumnya, Perdana Menteri Kerajaan Belanda, Mark Rutte, meminta maaf atas tindakan negaranya pada periode agresi militer Belanda, pasca kemerdekaan Indonesia.

Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima juga telah telah melakukan permohonan maaf pada 2020 atas peristiwa serupa, “kekerasan berlebihan” yang dilakukan pemerintah kolonial sepanjang periode 1945-1949.(*)

Sumber: cnnindonesia.com

Exit mobile version
https://idnpro.co/