IDNPRO.CO, Jakarta — Kedutaan dan Konsulat Amerika Serikat (AS) di Indonesia menyoroti sejumlah temuan kekerasan yang diterima sejumlah jurnalis di Indonesia oleh berbagai pihak, dari pejabat hingga warga sipil.
Dalam sebuah laporan tentang praktik Hak Asasi Manusia (HAM) tahun 2021, AS mencatut aduan kekerasan jurnalis yang terjadi selama periode Januari hingga Agustus 2021.
“Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melaporkan 24 kasus kekerasan terhadap jurnalis yang meliputi doxing, penyerangan fisik, dan intimidasi dan ancaman verbal yang dilakukan oleh berbagai aktor, termasuk pejabat pemerintah, polisi dan aparat keamanan, anggota massa organisasi, dan masyarakat umum,” tulis laporan HAM AS yang dikutip dari situs Kedubes AS di Indonesia, Jumat (15/4).
Laporan itu kemudian membeberkan laporan kekerasan yang diterima jurnalis. Salah satunya kasus kekerasan selanjutnya dilaporkan terjadi pada 27 Maret 2021 di Surabaya, Jawa Timur. Petugas kepolisian dilaporkan telah menyerang seorang Jurnalis majalah Tempo, Nurhadi.
Nurhadi kala itu sedang meliput berita seputar mantan pejabat Kementerian Keuangan yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Nurhadi kemudian mendatangi resepsi pernikahan putri pejabat tersebut untuk mengumpulkan informasi guna kepentingan reportase.
Petugas keamanan kemudian diduga merusak ponselnya, meninjunya, dan mengancam akan membunuhnya. Nurhadi dibawa ke lokasi di mana ia diinterogasi dan dipukuli oleh dua petugas polisi.
Pada bulan Mei polisi menetapkan dua petugas tersebut sebagai tersangka, yakni dua polisi aktif Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi.
Mejelis Hakim Muhammad Basir menilai kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Tak hanya itu, terdakwa Purwanto dan Firman juga divonis membayar restitusi pada korban Nurhadi dan saksi kunci F. Namun demikian, kedua polisi tersebut masih aktif bertugas sebagai aparat, meski telah divonis bersalah dalam kasus penganiayaan Nurhadi.
Kasus kekerasan jurnalis selanjutnya, terjadi pada bulan Mei. Sebuah proyek jurnalisme investigasi bersama, IndonesiaLeaks, melaporkan percobaan peretasan situs web dan akun media sosial pribadi mereka yang terkait dengan proyek tersebut.
Wartawan yang terkait dengan proyek tersebut juga melaporkan bahwa polisi mengikuti mereka dan mengambil foto saat mereka mewawancarai sumber di kafe.
Dugaan intimidasi terjadi setelah IndonesiaLeaks mengumumkan penyelidikannya terhadap ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan alasan di balik dugaannya menggunakan tes pegawai negeri untuk melemahkan komisi.Akibat ancaman dan intimidasi, IndonesiaLeaks menghentikan penggunaan akun Twitter-nya pada Juni lalu.
Selain itu, AS juga menyoroti kebebasan berekspresi lewat media di Indonesia, salah satunya lewat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Melarang program televisi memiliki konten lesbian, gay, biseksual, transgender, atau queer. Pada bulan Juni komisi mengeluarkan daftar 42 lagu berbahasa Inggris yang dilarang dimainkan sebelum jam 10 malam. karena konten mereka. Termasuk dalam daftar adalah lagu-lagu Bruno Mars, Ariana Grande, Maroon 5, dan Busta Rhymes,” demikian dikutip dari laporan tersebut.
Merespons laporan HAM AS itu, pemerintah Indonesia lewat Menko Polhukam Mahfud MD pun buka suara. Mahfud mengatakan pihaknya justru punya catatan AS lebih banyak dilaporkan soal keluhan pelanggaran HAM dibandingkan Indonesia.
“Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasar Special Procedures Mandate Holders (SPMH), Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan sebanyak 76 kali, ada juga India yang juga banyak dilaporkan,” katanya.
“Laporan-laporan itu ya biasa saja dan bagus sebagai bentuk penguatan peran civil society. Tapi lampiran seperti itu belum tentu benar,” imbuh Mahfud.(*)
Sumber: cnnindonesia.com