IDNPRO.CO, Jakarta – Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani meminta Pemerintah bertindak tegas mengusut tuntas kasus pelarungan jasad Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan China.
Ia menilai peristiwa ini sangat memilukan. Karena itu, dia mendesak Pemerintah harus bergerak cepat dan tegas mengusut kasus kematian tiga ABK dan pelarungan jenazah, termasuk apakah proses itu sudah memenuhi syarat dokumen perizinan.
Netty, panggilan akrab politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini juga meminta Pemerintah membuat aturan hukum yang komprehensif dan memberikan perlindungan ABK di luar negeri. Pasalnya hingga saat ini belum ada perlindungan hukum bagi para ABK di luar negeri.
Aturan yang masih digunakan adalah Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Sistem dan Sertifikasi Hak Asasi Manusia Pada Usaha Perikanan.
“Sejauh ini regulasi hanya membahas perlindungan ABK di dalam negeri dan bersifat parsial. Padahal kasus pelanggaran HAM banyak terjadi juga di luar negeri. ABK sebagai bagian dari pekerja migran Indonesia, saya minta Pemerintah untuk membuat aturan hukum yang komprehensif dan memberi perlindungan pada mereka,” tegas Netty dalam siaran pers yang diterima Parlementaria, Senin (11/5/2020).
Menurut Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu, praktik pelarungan diatur dalam peraturan “Seafarer’s Service Regulations” ILO, Pasal 30.
Jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban. Tentu dengan memenuhi berbagai syarat terkait teknis dan proses pelarungan, serta pengawasan yang bertanggungjawab.
“Beredar di berita, kasus ini tidak diketahui keluarga kalau mayat korban akan dilarung, ini tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seharusnya proses pelarungan itu juga harus didokumentasikan secara detail, baik dengan video maupun foto,” tambah Netty.
Legislator dapil Jawa Barat VIII itu menilai kasus yang dialami oleh ABK itu seperti fenomena gunung es, dimana banyak yang tidak terkuak di permukaan.
“Misalnya, beberapa waktu lalu terjadi perkelahian ABK Indonesia dengan ABK lainnya di perairan Malaysia yang mengakibatkan dua ABK hilang di laut. Sekarang kita mendengar soal pelarungan jasad. Bukan mustahil kalau banyak terjadi kasus pelanggaran HAM terhadap ABK Indonesia. Ini harus jadi perhatian Pemerintah,” katanya.
Selain potret pelarungan, dunia ABK terutama di kapal asing sarat akan dugaan eksploitasi.
“Seperti pengakuan ABK yang selamat, mereka dipaksa berdiri dan bekerja selama 18 jam, bahkan ada yang sampai 30 jam. Saya meminta Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait untuk segera merespon dan membentuk tim untuk mengusut kasus ini hingga tuntas,” tegas Netty, seraya mengatakan jangan sampai hal ini mencoreng marwah bangsa, sebagai bangsa maritim yang unggul. Jangan sampai ada lagi eksploitasi atas nama apapun di belahan dunia manapun. (*)