IDNPRO.CO, Jakarta — Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz melantik Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) sebagai perdana menteri negara itu.
Informasi ini disebarkan melalui dekrit Kerajaan Saudi pada Selasa (27/9).
Sebagaimana diberitakan Reuters, MbS sebelumnya menjabat sebagai menteri pertahanan sekaligus pemimpin de facto Arab Saudi.
Seorang pejabat Saudi mengungkapkan peran MbS sebagai perdana menteri bakal sejalan dengan tugas yang diberikan Raja kepadanya.
Beberapa tugas itu termasuk menjadi perwakilan Saudi dalam kunjungan asing dan menjadi tuan rumah pertemuan yang diselenggarakan kerajaan.
“Yang Mulia Putra Mahkota [MbS], berdasarkan perintah raja, telah memantau badan eksekutif utama negara sehari-hari, dan peran barunya sebagai perdana menteri berada dalam konteks tersebut,” ujar pejabat itu secara anonim.
Sebagaimana dilansir Britannica, perdana menteri Arab Saudi bertugas memimpin Dewan Menteri. Dewan tersebut bertanggung jawab atas urusan eksekutif dan administratif Arab Saudi, seperti kebijakan asing dan dalam negeri, pertahanan, finansial, kesehatan, dan edukasi.
Direktur Program Timur Tengah di Pusat Strategis dan Studi Internasional (CSIS), Jon Alterman, menilai bahwa penunjukan MbS sebagai perdana menteri tak bakal memberikan perubahan besar dalam kebijakan Saudi.
“Langkah ini menunjukkan status quo, di mana dia mengarahkan agenda para menteri dan berkoordinasi di antara mereka,” kata Alterman, dikutip dari South China Morning Post.
Ia kemudian berucap, “Itu mungkin berhubungan dengan aspek internasional, yakni secara formal menjadikannya kepala pemerintahan ketimbang seorang kepala negara yang sedang menunggu diangkat secara resmi.”
Sebagaimana diberitakan The Straits Times, penunjukan putra mahkota sebagai perdana menteri bukanlah sesuatu yang sering terjadi.
Pada 1950-an, mantan Putra Mahkota Faisal al Saud menjadi perdana menteri dan mengambil alih pemerintahan. Namun, ini berujung pada perebutan kekuasaan yang membuat raja Saudi kala itu lengser.
Meski begitu, seorang analis Saudi yang dekat dengan pemerintah kerajaan, Ali Shihabi, menilai hal tersebut tak terjadi saat ini.
Penunjukan MbS sebagai perdana menteri bak “meresmikan situasi de facto“, katanya.
“Ini terlambat sebenarnya, mengingat dia [MbS] telah menjadi CEO dari peran kepemimpinan Raja selama bertahun-tahun,” lanjut Shihabi.
Sementara itu, pakar politik Saudi di Universitas Birmingham, Umar Karim, menilai MbS “telah melewati fase perebutan kekuasaan dan memenangkannya, sehingga yang terjadi saat ini lebih kepada pengaturan kewenangannya.”(*)
Sumber: cnnindonesia.com