IDNPRO.CO, Jakarta – Tim kuasa hukum dari terlapor PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan PT Citilink Indonesia mengakui ada kenaikan harga yang ditetapkan pada November 2018 hingga Mei 2019. Namun dia menegaskan perusahaan ini tak melakukan kartel tiket pesawat bersama dengan perusahaan penerbangan lain.
Hal ini diungkapkan dalam sidang atas perkara dugaan kartel tiket pesawat pada Selasa (1/10).
Kuasa hukum Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia Nurmalita Malik mengatakan kenaikan harga tiket yang dilakukan keduanya lantaran beberapa komponen juga meningkat. Komponen yang dimaksud yakni, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan harga avtur.
“Harga avtur sudah naik sejak 2016 sampai 2019, lalu juga ada peningkatan kurs dolar. Ini sangat berpengaruh pada jalannya bisnis dan usaha para terlapor,” ungkap Nurmalita.
Kendati menaikkan harga, Nurmalita memastikan bahwa Garuda
Indonesia dan Citilink Indonesia tetap mematuhi aturan Tarif Batas Atas (TBA)
yang tercantum dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme
Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang
Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
Selain itu, perusahaan juga mengklaim telah mengikuti aturan baru mengenai
harga tiket yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 20 Tahun
2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang
Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri.
“Harga tiket pada 2018 dan 2019 tentu bergerak menuju TBA (yang ditetapkan
dalam aturan) karena harus menyesuaikan peningkatan struktur biaya yang berubah
sejak 2016,” jelas dia.
Jika
Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia tak menaikkan harga jual ke konsumen,
maka keuangan perusahaan akan semakin ‘cekak’. Selama ini, kata Nurmalita,
keuangan perusahaan bisa dibilang merah lantaran pemerintah tak mengevaluasi
tarif batas atas dan tarif batas bawah.
Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi setiap satu tahun satu kali. Namun,
perubahan baru dilakukan pada 2019.
“Aturan 2016 dibuat atas kondisi saat itu, tidak relevan dengan saat ini.
Tapi terlapor tetap patuh sehingga merugi,” jelasnya.
Untuk itu, Garuda Indonesia dan
Citilink Indonesia pada akhir tahun lalu mulai menaikkan harga tiket demi
meminimalisir kerugian perusahaan. Pasalnya, sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), perusahaan memiliki tanggung jawab memberikan keuntungan bagi negara.
Maka itu, ia membantah bahwa kliennya telah melakukan kerja sama dengan
sejumlah perusahaan penerbangan lain, seperti Lion Air, Sriwijaya Air, Batik
Air, Wings Air, dan Nam Air.
“Indikasi kartel tidak terbukti, penentuan harga selalu mengacu pada
aturan pemerintah,” tegasnya.
Informasi saja, ini merupakan sidang kartel tiket pesawat kedua yang dilakukan
oleh KPPU. Agenda sidang kali ini, yaitu pembacaan laporan dari terlapor.
Dalam hal ini, Ketua KPPU Kurnia Toha menjadi Ketua Majelis Sidang. Sementara,
Anggota Komisioner KPPU Kodrat Wibowo dan Yudhi Hidayat sebagai anggota majelis
sidang.
KPPU belum menetapkan jadwal sidang selanjutnya. Namun, lembaga ini memberikan
waktu hingga 8 Oktober 2019 mendatang kepada terlapor untuk menyerahkan nama
saksi dan ahli.
Dugaan kartel tiket pesawat muncul atas inisiatif KPPU sendiri. KPPU
mendapatkan bukti bahwa ada lonjakan harga tiket pada periode 2018-2019.
Hasil pengusutannya, dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat.(cnnindonesia)