Menlu Inggris Liz Truss Digadang Kuat Jadi PM Pengganti Boris Johnson

Menlu Liz Truss semakin mapan menjauhi pesaingnya eks Menkeu Rishi Sunak dalam perebutan kursi PM Inggris pengganti Boris Johnson yang mengundurkan diri. (Photo: cnnindonesia.com)

IDNPRO.CO, Jakarta — Menteri Luar Negeri Liz Truss diyakini menjadi kandidat terfavorit menjadi Perdana Menteri Inggris menggantikan Boris Johnson yang mengundurkan diri.

Truss digadang-gadang menjadi calon yang paling diungguli partai berkuasa, Partai Konservatif, dalam putaran final pemungutan suara PM Inggris pekan ini. Berdasarkan jajak pendapat terbaru, Truss terus unggul suara menjauhi Sunak.

Ada sekitar 200.000 anggota dan akar rumput Partai Konservatif yang akan memilih Truss atau Sunak sebagai PM Inggris selanjutnya. Ratusan ribu anggota Konservatif itu sudah bisa menentukan pilihan mereka sejak awal Agustus, sebelum pemungutan suara melalui pos dan online ditutup pada Jumat pekan ini.

Sementara itu, penghitungan suara dan pemenang akan diumumkan Senin (5/9) depan. Keesokan harinya, pemenang otomatis langsung menggantikan Johnson yang akan lengser sebagai PM.

Pengalaman politik dan jejak karir Truss diyakini menjadi daya tarik utama perempuan 47 tahun itu sehingga mengungguli saingannya, eks Menteri Keuangan Rishi Sunak.

Padahal, Sunak sempat mendominasi dengan menyabet dukungan terbanyak dalam pemungutan suara Partai Konservatif sebelum-sebelumnya.

Meski dinilai sebagai pemimpin dan pembicara yang lebih baik, politikus Hindu keturunan India itu mendapat kecaman lantaran berpegang teguh pada pendekatan ekonomi ortodoks untuk mengatasi krisis ekonomi dan citranya sebagai seorang teknokrat kaya.

Sunak juga menghadapi tuduhan pengkhianatan di kalangan Partai Konservatif karena menjadi menteri pertama yang mundur sebagai protes terhadap kepemimpinan Boris Johnson yang dirundung sederet skandal.

Hampir 10.000 anggota Konservatif dilaporkan sangat marah atas pemberontakan Sunak sampai mereka mendorong partai yang berkuasa itu untuk mengizinkan pemungutan suara demi memutuskan apakah Sunak bisa diterima sebagai kandidat PM.

Hirarki Tory menolak langkah tersebut sementara Downing Street telah menjauhkan diri dari kampanye, bersikeras Johnson akan mendukung pemenang pertarungan kepemimpinan.

Sementara itu, Truss terus menyampaikan visi dan misi yang konsisten, menjanjikan pemotongan pajak besar-besaran, tetapi menghindari mengkritik Johnson.

“Dia (Truss) politikus yang lebih baik,” kata seorang profesor politik Universitas Strathclyde di Glasgow, Johns Curtice, kepada AFP pada MInggu (28/8).

“Tidak ada tali pengikat untuk Sunak, tidak ada,” katanya lagi.

Curtice menganggap Truss secara efektif menyampaikan “pesan Partai Konservatif tradisional” kepada anggota Tory, sementara Sunak lebih tegas terhadap visi misi sendiri.

“Itu (cara Sunak) juga lebih kepada menggurui. Dia belakangan tampil sedikit rapuh di bawah tekanan. Sementara itu, Anda bisa melihat bahwa dia (Truss) sudah berbain lebih lama,” kata Curtice.

Perjalanan politik Truss banyak mendapat kritikan karena dinilai ambisius dan oportunistik.

Truss berasal dari keluarga dengan haluan politik sayap kiri. Ia “memberontak” dengan bergabung bersama Partai Demojrat Liberal yang berhaluan tengah sebelum pindah ke Partai Konservatif yang berhaluan kanan.

Truss menjadi anggota parlemen konstituensi South West Norfolk pada 2010, usai selamat dari skandal perselingkuhannya yang terkuak dan hampir membuatnya didiskualifikasi sebagai calon MP.

Sejak 2012 ia telah memegang serangkaian jabatan menteri di bidang pendidikan, keuangan dan departemen serta masa-masa sulit di bidang peradilan.

Pada 2016, ia berkampanye agar Inggris tetap berada di Uni Eropa tetapi dengan cepat menjadi salah satu pendukung terkuatnya ketika warga Inggris memilih Brexit.

Ketika Inggris meninggalkan UE, Johnson menugaskannya untuk merundingkan kesepakatan perdagangan bebas baru sebelum menunjuknya sebagai menteri luar negeri tahun lalu.

Dalam peran tersebut, ia mengambil tugas kontroversial untuk mencoba merombak perbedaan dengan Brussel tentang perdagangan pasca-Brexit di Irlandia Utara.

“Untuk sebuah partai yang menuju ke arah yang cukup populis dalam beberapa tahun terakhir, dia mampu menampilkan dirinya sebagai lebih otentik, lebih biasa daripada Rishi Sunak, yang terlalu mudah ditampilkan sebagai bagian dari elit global,” kata Tim Bale, dari Universitas Queen Mary London.

“Seperti Boris Johnson, dia tertarik pada gagasan bahwa ada semacam elit yang harus dilawan dan dia menempatkan dirinya sebagai orang luar, meskipun telah berada di pemerintahan selama delapan tahun.”(*)

Sumber: cnnindonesia.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://idnpro.co/