IDNPRO.CO, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 20 saksi dalam kasus dugaan korupsi dalam importasi tekstil pada Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai Batam yang sudah ditingkatkan ke proses penyidikan. Salah satunya, pengusaha dalam bidang tekstil.
“Kurang lebih 20 orang [saksi],” kata Kapuspen Hukum Hari Setiono seperti yang disampaikan Kasubit Media Massa dan Kehumasan Kejaksaan Agung M. Isnaeni, Rabu (27/5) siang.
Beberapa saksi di antaranya adalah pejabat di Bea Cukai Batam, seperti Susila Brata selaku Kepala Kantor Bea Cukai Batam, Yosef Hedriansyah selaku Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai I KPU Bea Cukai Batam.
Selain itu ada Rully Ardian sebagai Kepala Fasilitas Pabean dan Cukai KPU Bea Cukai Batam, Bambang Lusanto Gustomo sebagai Kepala Bidang Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai II KPU Bea Cukai Batam, M. Munif selaku Kepala Bidang Penindakan dan Penyidikan I KPU Bea Cukai Batam.
Christ Hendra Y selaku Kepala Seksi Penyidikan KPU Bea Cukai Batam, Arif Setiawan sebagai Kepala Seksi Intelijen II KPU Bea Cukai Batam, Rizki Juliantara selaku Pejabat Pemeriksa Dokumen KPU Bea Cukai Batam, Randuk Marito Siregar selaku Pejabat Pemeriksa Dokumen KPU Bea Cukai Batam, dan Anugrah Ramadhan Utama selaku Pejabat Pemeriksa Dokumen KPU Bea Cukai Batam.
Selain pejabat di lingkungan Bea Cukai Batam, penyidik juga memeriksa Dewi Ratna, salah seorang pengusaha yang namanya sempat mencuat dalam kasus tekstil.
“Salah satu [saksi] Ibu Dewi tersebut,” lanjut Isnaeni.
Saat disinggung terkait peran Dewi Ratna, Isnaeni mengaku belum memperoleh informasi tersebut dari penyidik. “Tidak dijelaskan tentang itu [oleh penyidik],” kata dia.
Hingga saat ini, meskipun proses penyelidikan sudah ditingkatkan menjadi penyidikan, namun penyidik Kejagung belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.
“Belum (ada tersangka), karena masih penyidikan umum. Penyidik masih melakukan evaluasi hasil pemeriksaan kemarin dan merencanakan langkah berikutnya,” kata Isnaeni.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, pada Senin (27/4), telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Print-22/F.2/Fd,2/04/2020 dalam kasus Penyalahgunaan Kewenangan Dalam Importasi Tekstil pada Direktorat Jendral (Dirjen) Bea dan Cukai Tahun 2018-2020.
Kasus ini berawal dari upaya penegahan oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok yang mendapati 27 kontainer milik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) pada 2 Maret.
Saat itu, didapati ketidaksesuaian mengenai jumlah dan jenis barang antara dokumen PPFTZ-01 Keluar dengan isi muatan usai dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh Bidang Penindakan dan Penyidikan KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok.
Dikonfirmasi terpisah, Dewi Ratna membantah sebutan mafia tekstil dalam kasus 27 kontainer tekstil premium tegahan Dirjen BC.
“Mafia tekstil dari mana? Kerjaan saya cuma input data yang diberikan ke saya. Data itu dari importir ke saya, saya input. Begitu aja. Posisi saya ini hanya sebagai transfer antara importir dengan BC,” tepis dia, saat ditemui di kantornya PT Anugrah Berkah Shabilla, Batu Ampar, Batam, Rabu (27/5) siang.
Saat disinggung terkait hubungannya dengan pemilik dua perusahaan importir, yakni PT Flemings Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima, Irianto, Dewi mengaku tak terlalu mengenal.
“Saya tidak terlalu kenal. Paling selama kenal, jumpa sama dia saja cuma tiga kali. Apalagi komunikasi lewat telepon. Memang dia ini importirnya,” ujar Dewi, yang mengaku sudah diperiksa tiga kali oleh Kejagung itu.
Senada, saat disinggung terkait hubungannya dengan sejumlah pejabat di Bea Cukai Batam, Dewi mengaku hanya sekedar tahu.
“Saya cuma tahu, tapi tidak kenal. Kalau kenal itu kan konteksnya sudah sering berkomunikasi. Saya tidak pernah komunikasi dengan mereka,”aku Dewi.
Dia pun mengaku akan kooperatif dalam kasus ini. “Apapun yang ditanya ke saya, saat saya tahu, akan saya jawab,” tandasnya.
Sumber: CNN Indonesia