IDNPRO.CO, Jakarta – Banjir parah melanda Pakistan menewaskan lebih dari 1.000 orang. Pakistan meminta bantuan internasional untuk mengatasi dampak banjir itu.
Dikutip dari AFP, Reuters dan BBC, Senin (29/8/2022), Badan Penanggulangan Bencana Nasional (NDMA) Pakistan mencatat sejak Juni 2022, angka kematian akibat banjir di Pakistan mencapai 1.033 jiwa. Pada hari Minggu itu tercatat sebanyak 119 orang yang meninggal dunia.
Otoritas setempat mengatakan bahwa bencana ini berimbas pada lebih dari 33 juta orang. NDMA menyebutkan lebih dari 2 juta hektare tanaman yang siap panen musnah, 3.451 km jalanan rusak, dan 149 jembatan hancur.
Sebelumnya Pemerintah Pakistan telah mengumumkan keadaan darurat untuk menangani banjir musim hujan ini. Para pejabat setempat mengatakan banjir tahun ini sebanding dengan banjir tahun 2010, yang tercatat sebagai yang terburuk ketika sedikitnya 2.000 orang tewas dan nyaris seperlima wilayah Pakistan terendam banjir.
“Saya tidak pernah melihat banjir besar seperti ini karena hujan dalam hidup saya,” ucap seorang petani setempat, Rahim Bakhsh Brohi, yang berusia 80-an tahun dari Sukkur, Provinsi Sindh.
Pakistan berada di urutan kedelapan dalam Indeks Risiko Iklim Global, daftar yang disusun LSM lingkungan Germanwatch dengan memasukkan negara-negara yang dianggap paling rentan terhadap cuaca ekstrem yang dipicu perubahan iklim.
Pakistan Butuh Bantuan
Pemerintah Pakistan membutuhkan bantuan keuangan internasional untuk mengatasi banjir parah yang melanda negeri itu. Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Pakistan Bilawal Bhutto-Zardari yang juga berharap lembaga keuangan seperti Dana Moneter Internasional (IMF) akan memperhitungkan dampak ekonomi.
“Saya belum pernah melihat kehancuran dalam skala ini, saya merasa sangat sulit untuk mengungkapkan dengan kata-kata … itu luar biasa,” kata Bhutto-Zardari dalam sebuah wawancara dengan Reuters.
Dia menambahkan banyak lahan tanaman yang siap panen, yang menyediakan banyak mata pencaharian bagi penduduk, telah musnah akibat banjir. Dia menyebut hal itu akan mempengaruhi situasi ekonomi Pakistan.
“Jelas ini akan berpengaruh pada situasi ekonomi secara keseluruhan,” ujarnya.
akistan sudah berada dalam krisis ekonomi, menghadapi inflasi yang tinggi, mata uang yang terdepresiasi dan defisit transaksi berjalan.
Dewan IMF akan memutuskan minggu ini apakah akan mengeluarkan US$ 1,2 miliar sebagai bagian dari program bailout Pakistan tahap ketujuh dan kedelapan.
“Ke depan, saya berharap tidak hanya IMF, tetapi komunitas internasional dan badan-badan internasional benar-benar memahami tingkat kehancuran ini,” katanya.
Bhutto-Zardari mengatakan bahwa minggu ini pemerintah Pakistan akan meluncurkan seruan yang meminta negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk berkontribusi pada upaya bantuan. Pakistan juga perlu melihat bagaimana akan menangani dampak jangka panjang dari perubahan iklim.
Warga Butuh Obat-obatan
Sementara itu, ratusan orang terjebak di seberang sungai di lembah Manoor di Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan, setelah banjir bandang melanda wilayah itu sejak Jumat pekan lalu. Warga pun meminta bantuan.
“Kami membutuhkan bantuan, kami membutuhkan obat-obatan dan tolong bangun kembali jembatan, kami tidak punya apa-apa saat ini,” kata seorang penduduk lokal dalam catatan tulisan tangan yang dilemparkan kepada tim BBC yang berkunjung ke lokasi banjir.
Lembah Manoor terletak di pegunungan Kaghan. Daerah ini adalah tujuan wisata terkenal di Pakistan. Lembah itu dilanda banjir besar yang menewaskan sedikitnya 15 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.
Satu-satunya jembatan beton yang menghubungkan lembah molek itu dengan kota utama disapu oleh banjir bandang itu. Tim BBC mencapai lembah teresebut setelah satu jam perjalanan berbahaya di mana jalan rusak di banyak titik akibat banjir dan tanah longsor.
Di Manoor, dua jembatan ambruk dan jembatan kayu sementara telah didirikan. Di lokasi itu, tim BBC bertemu dengan seorang perempuan yang duduk dengan barang-barangnya. Dia mengatakan kepada BBC bahwa dia dapat melihat rumahnya tetapi tidak dapat mencapainya.
“Rumah saya dan anak-anak saya berada di seberang sungai. Saya sudah menunggu di sini selama dua hari dan berpikir pemerintah mungkin akan datang dan memperbaiki jembatan,” ujarnya.
“Namun pihak berwenang memberi tahu kami bahwa kami harus berjalan melalui sisi lain gunung untuk mencapai rumah kami. Tapi itu perjalanan mendaki itu memakan delapan sampai sepuluh jam.
“Saya perempuan tua. Bagaimana saya bisa berjalan sejauh itu?” kata dia.(*)
Sumber: detik.com