ABK WNI Tersiksa di Kapal China, Meninggal Dibuang ke Laut

IDNPRO.CO – Sebuah pemberitaan yang disiarkan oleh stasiun televisi Korea Selatan MBC memperlihatkan sebuah kenyataan yang memilukan mengenai nasib beberapa Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal milik China.

Pemberitaan itu diterjemahkan dan dijelaskan oleh Jang Hansol lewat kanal YouTube Korea Reomit.

“Video yang bakal kita lihat abis ini adalah kenyataan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) orang Indonesia yang bekerja di perkapalan China. Jadi, kayak kapal besar untuk nangkap ikan di tengah laut.MBC berhasil mendapatkan informasi ini kebetulan kapal (kapal ikan dari China) menepi di Busan,” beber Hansol.

Kemudian, dia menjelaskan beberapa ABK Indonesia di kapal itu meminta bantuan dari pemerintah Korea Selatan dan MBC. 

“Pada awalnya kita melihat video yang ditunjukkan, kami tidak bisa mempercayai hal itu dan sebelum dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, kapalnya sudah pergi, terlihat dibutuhkan investigasi internasional secepat mungkin,” ungkap presenter MBC seperti diterjemahkan oleh Hansol.

Hansol memutar video MBC yang memperlihatkan suasana kapal dan tampak seperti bungkusan atau kotak jenazah.

“Ini (jenazah) adalah Ari berusia 24 tahun, dia udah bekerja lebih dari 1 tahun dan meninggal di kapal. Nampak mereka (pekerja kapal) memberikan upacara kematian. Aku ngomong hati-hati banget yah. Habis itu, langsung dibuang (jenazah) ke pantai dan Mas Ari menghilang di tempat yang enggak tahu kedalamannya,” jelas Hansol.

Lalu, dia menambahkan bahwa selain Ari, ada dua WNI lainnya yang juga mengalami nasib serupa, yakni almarhum Alpaka (19) dan Sepri (24).

Selanjutnya, video pemberitaan memperlihatkan surat pernyataan yang merupakan kontrak kerja antara kapal China dan WNI.

Hansol membacakan surat kontrak kerja tersebut yang berbunyi lebih kurang seperti ini:

Dengan ini saya menyatakan setelah berangkat kerja ke luar negeri sebagai ABK (nelayan) semua risiko saya tanggung sendiri bila terjadi musibah sampai meninggal maka jenazah saya akan dikremasikan di tempat di mana kapal menyandar dengan catatan abu jenazah dipulangkan ke indoensia. Untuk itu akan diasuransikan terlebih dulu dengan uang pertanggungan US$ 10.000 (Rp150 juta) yang akan diserahkan ke ahli waris. Surat pernyataan ini sudah ada persetujuan dari orangtua saya dan tidak akan membawa masalah kepolisian atau hukum Indonesia, demikian surat pernyatan saya buat dalam kondisi sehat tanpa pemaksaan apapun.

Berdasarkan kesaksian salah satu ABK WNI pada MBC, mereka harus bekerja selama 18 jam. Mereka baru diberikan istirahat selama enam jam setelah 30 jam bekerja.

Perilaku tidak manusiawi lainnya juga disebutkan saksi bahwa fasilitas air putih mineral di kapal hanya boleh dikonsumsi oleh nelayan China. Sementara nelayan WNI minum air laut yang difiltrasi.

“Tempat kerjanya sangat buruk, terjadi eksploitasi tenaga kerja. Rekan kerja saksi yang meninggal udah sakit selama satu bulan. Pertama kakinya kram, terus kakinya bengkak dan bagian tubuh lainnya bengkak. Tiba-tiba meninggal,” urai Hansol.

Kenyataan lain yang mengejutkan yang dialami seluruh WNI di kapal tersebut adalah mereka hanya digaji US$130 atau Rp2 juta setelah 13 bulan bekerja.

Kapal tersebut, kata saksi, menangkap ikan tuna dan ikan hiu secara ilegal.

Oleh karena itulah, kapal tidak bisa menepi atau berhenti karena di dalam kapal terdapat sirip-sirip dan bagian tubuh ikan hidup.

Menurut penjelasan Hansol, tampaknya beberapa ABK dari Indonesia ada yang berhasil melarikan diri.

“Untungnya nelayan-nelayan Indonesia lain masih ada di Busan, mereka akan melaporkan pelanggaran HAM yang terjadi pada mereka dan meminta investigasi kepada pemerintah Korea,” pungkasnya.

Menindak lanjuti kasus pembuangan jenazah WNI di laut yang menjadi pembicaraan hangat di Korea ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku, mengatakan pihaknya tengah mendalami kasus agar dapat diproses lebih lanjut.

“Saat ini saya dan Mas Judha yang mengurusi perlindungan warga dan menyiapkan catatan terlebih dahulu untuk kasus ini. Itu istilahnya bukan ‘pembuangan’ tapi ‘pelarungan jenazah’ (burial at sea) dan ILO Seafarer’s Service Regulation telah mengatur prosedurnya,” ujarnya saat dihubungi oleh !nsertlive, Rabu (6/5).

Sumber: Insertlive.com
Photo: Ilustrasi kapal ikan (Istimewa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://idnpro.co/