Bau Aneh dan ‘Bagong’ di Balik Rencana Impor Beras 3 Juta Ton di 2024

Pengamat menyebut ada yang aneh dengan harga beras belakangan ini yang naik tajam di tengah banjir impor. (foto: cnnindonesia)

IDNPRO.CO, JAKARTA – Pemerintah berencana kembali mengimpor 3 juta ton beras tahun ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pemerintah melalui Perum Bulog telah menandatangani kontrak impor beras sebesar 1 juta ton dari India.

Tak hanya 1 juta ton dari India, Jokowi juga bercerita dirinya berhasil mengamankan impor beras sebanyak 2 juta ton dari Thailand.

Kesepakatan impor beras Thailand ini dicapai saat pertemuannya dengan Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin di KTT Asean-Jepang beberapa waktu lalu.

“Saya sampaikan keinginan untuk impor dari Thailand. Saya sampaikan Indonesia butuh 2 juta ton. Beliau siangnya kemudian dan timnya di Thailand sampaikan ke saya, sorenya ‘Presiden Jokowi, 2 juta ton Thailand siap kirim ke Indonesia’,” katanya dalam acara Seminar Nasional Outlook Perekonomian Indonesia 2024 di st Regis Hotel, Jakarta Selatan, Jumat (22/12/23).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan rencana impor beras sebanyak 3 juta ton pada tahun ini sudah diputuskan sejak Februari 2023 lalu.

Menurutnya, dengan keputusan impor tersebut cadangan pangan Indonesia aman.

“Iya sudah disetujui tahun lalu bulan Februari,” ucap Airlangga di Istana Presiden, Jakarta, Selasa (9/1/24).

Airlangga pun menargetkan impor 3 juta ton beras itu sudah bisa mulai datang ke Tanah Air pada Maret 2024 mendatang.

“Sekarang sampai Maret diharapkan bisa masuk, sisanya kita lihat lagi kuartal per kuartal,” ujarnya.

Lantas wajar kah keputusan impor beras tahun ini sudah ditetapkan sejak tahun lalu?

Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengatakan keputusan impor tahun ini yang diputuskan sejak awal tahun lalu tidak lah wajar. Menurutnya, proses impor sebenarnya tidak selama itu.

Ia mencontohkan yang terjadi saat akhir 2022 lalu, keputusan impor beras tergolong sangat cepat ketika Direktur Utama Bulog Budi Waseso pada November lalu mengatakan cadangan beras pemerintah (CBP) berada di bawah batas aman.

Secara cepat, sambungnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan langsung memberikan izin impor 500 ribu ton beras.

“Jadi keputusan impor beras untuk tahun ini memang terbilang aneh, apalagi jumlahnya sampai 3 juta ton. Padahal, target stok aman CBP untuk tahun lalu hanya sekitar 1,2 juta ton, yang mana stok saat ini saja sebenarnya sudah lebih mencukupi yakni 1,4 juta ton. Jadi dengan target 6,5 juta ton untuk awal tahun ini nilainya cukup membagongkan,” Selasa (9/1/24).

Andri menyayangkan keputusan pemerintah yang mantap untuk mengimpor beras alih-alih melanjutkan swasembada pangan. Apalagi kesepakatan membeli 2 juta ton beras dari Thailand terjadi tidak sampai satu bulan yang lalu tepatnya saat KTT Asean-Jepang di mana saat itu stok CBP sebenarnya tidak memerlukan tambahan impor.

Karenanya, Andri melihat tidak heran jika ada anggapan bahwa keputusan impor beras bersifat politis dibandingkan keperluan sesungguhnya.
“Entah untuk membuat harga beras jadi lebih murah dan terkendali di tahun politik ini, atau bahkan digunakan untuk bagian dari pemasifan bantuan sosial. Dengan penjelasan pemerintah yang sekarang, asumsi tersebut tidak bisa terelakkan,” katanya.

Senada, Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian menilai keputusan impor beras tahun ini tidak sesuai kebutuhan data. Pasalnya kebutuhan di awal 2024 masih dapat dipenuhi dari sisa impor tahun lalu.

“Per Desember kemarin stok Bulog 1,6 juta ton, di ID Food kurang lebih 2 jutaan ton beras, di level daerah itu 6,7 juta. Per bulan kebutuhan beras nasional berkisar 2,25 sampai 2,5 juta ton,” katanya.

Eliza mengatakan puncak panen raya memang akan mundur sekitar tiga minggu hingga satu bulan. Namun, panen biasanya akan mulai sejak Maret. Sehingga dengan cadangan beras yang masih cukup, ia menilai seharusnya tidak perlu dilakukan impor di awal tahun.

“Jika impor memang tujuannya karena untuk memenuhi akibat kekurangan produksi dalam negeri, semestinya keputusan impor diambil setelah panen raya. Ini justru impor diputuskan sebelum panen,” katanya.

Eliza mengatakan proses impor beras biasanya memakan waktu dua hingga empat bulan. Ia mengatakan biasanya defisit beras seolah terjadi di akhir tahun dan awal tahun sebelum panen raya. Namun menurutnya jika produksi dan konsumsi beras dihitung, yang terjadi sebenarnya justru surplus.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), Eliza mengatakan produksi pada 2022 mencapai 31,54 juta ton sedangkan konsumsi hanya 30,2 juta ton. Kemudian pada 2023 produksi beras 30,9 juta ton sedangkan konsumsi hanya 30 juta ton.

“Berarti yang menjadi soal bukan hanya di produksi, tapi manajemen stok dan distribusi. Karena 90 persen distribusi beras dikendalikan swasta (masyarakat, penggilingan beras, korporasi),” katanya.

Analis Kebijakan Pangan Syaiful Bahari juga menilai rencana impor beras yang sudah diputuskan sejak awal tahun lalu tidak lah wajar. Ia juga melihat keputusan impor beras sejak 2023 sampai 2024 tidak pernah ada kepastian, dan terkesan hanya blowup saja agar masyarakat tidak panik.

“Jika benar impor yang direncanakan pemerintah terealisasi, harga beras tidak akan terus menerus naik seperti sekarang. Nyatanya sedikit sekali jumlah beras yang digunakan untuk operasi pasar dan program SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar), sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap penurunan dan stabilisasi harga beras,” katanya.

Ia mengatakan proses impor sebenarnya tidak lama jika memang negara eksportir bersedia melepas berasnya. Menurutnya, paling lama satu sampai dua bulan.

“Tetapi persoalannya adalah harga beras internasional saat ini sudah mahal, sementara pemerintah masih mencari harga murah, tidak akan ketemu,” katanya

Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan idealnya keputusan impor dievaluasi setiap bulannya dengan mempertimbangkan data beras terkini. Apabila dirasa tidak terlalu penting untuk melakukan impor, maka bisa dibatalkan atau dikurangi volume impornya.

“Dan tetap harus ada komunikasi dengan petani karena yang paling dirugikan dari ketidakjelasan kenapa volume impor yang ditentukan tahun lalu 3 juta ton adalah petani,” katanya. (*/Del)



Sumber: cnnindonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://idnpro.co/