Sosok Dua Kandidat Kuat Panglima TNI, Andika Perkasa dan Yudo Margono

Dua calon Panglima TNI, KSAD Jenderal Andika Perkasa dan KSAL Laksamana Yudo Margono. (Foto: Arsip CNNIndonesia)

IDNPRO.CO, Jakarta — Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto sendiri akan memasuki masa pensiun pada November 2021 itu mendatang. Hadi tercatat menjabat sebagai Panglima TNI sejak Desember 2017 silam.

Dua nama muncul sebagai kandidat kuat. PertamaKepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa. Selain Andika, nama Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono juga santer dikabarkan akan menggantikan posisi Hadi.

Munculnya dua nama itu, seperti diberitakan CNNIndonesia.com, tak lepas dari beberapa anggota Komisi I DPR RI yang kerap menyebut dua orang itu merupakan kandidat sebagai Panglima. Sebetulnya, masih ada sosok KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo. Namun kansnya tak sebesar Yudo dan Andika mengingat Panglima TNI saat ini berasal dari matra Angkatan Udara.

DPR belum mendapatkan Surat Presiden (Surpres) tentang penunjukan Panglima sampai saat ini. Namun baik Andika dan Yudo merupakan prajurit TNI yang memiliki karier moncer selama bertugas di kesatuannya masing-masing.

Andika sendiri lulus dari Akademi Militer (Akmil) tahun 1987. Ia mengawali karier militernya dengan langsung bergabung di satuan elit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sebagai komandan peleton.

Terhitung, Andika secara kumulatif telah menghabiskan kariernya di Kopassus selama 12 tahun dengan menduduki berbagai jabatan. Jabatan terakhir pria kelahiran Bandung 21 Desember 1964 silam di Korps Baret Merah itu sebagai Danton 32 Grup 3/Sandha Kopassus di tahun 2002.

Selama malang melintang di Korps Kopassus, Andika pernah melaksanakan pelbagai operasi militer. Di antaranya Operasi Teritorial di Timor Timur pada tahun 1992, operasi bakti TNI di Aceh (1994), dan pernah bertugas dalam misi operasi khusus di Papua.

Titik balik moncernya karier menantu mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Abdullah Mahmud (AM) Hendropriyono di TNI itu ketika mendapat promosi sebagai komandan Korem 023/Kawal Samudera di Sibolga dengan pangkat Kolonel di awal 2013.

Sejak itu, kariernya makin melejit. Pangkat Mayor Jenderal berhasil direngkuh hanya dalam waktu 11 bulan. Ia diangkat pada 8 November 2013 menjadi kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) dan pangkatnya naik menjadi brigadir jenderal alias bintang satu.

Tak berselang lama atau pada 22 Oktober 2014 Andika mendapat promosi sebagai Komandan Pasukan Pengamanan Presiden setelah Joko Widodo dilantik menjadi Presiden RI ke-7. Alhasil Bintang dua dengan pangkat mayor jenderal tersemat di pundaknya.

Setelah itu Andika dipercaya menjadi Panglima Kodam (Pangdam) XII/Tanjungpura pada Mei 2016.

Pada awal Januari 2018, Andika mendapat promosi kenaikan pangkat menjadi letnan jenderal dengan posisi Komandan Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan (Dankodiklat) TNI. Jabatan ini membuat dirinya menjabat sebagai Letnan Jendral dengan bintang tiga di pundak.

Setelah itu, ia dipercaya menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) sejak 23 Juli 2018. Lalu, Ia ditunjuk sebagai KSAD pada pertengahan November 2018 lalu sampai saat ini.

Sementara itu, Yudo Margono merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke XXXlII/tahun 1988. Ia mengawali karirnya di TNI AL sebagai Asisten Perwira Divisi Senjata Artileri Rudal di KRI YNS 332.

Yudo malang melintang berkarier di Kapal Republik Indonesia (KRI). Tercatat, ia sempat bertugas di KRl Ki Hajar Dewantara, di KRI Fatahmah 36, KRI Pandrong 801, KRI Sutanto 877, dan KRI Ahmad Yani 351 dengan pelbagai jabatan.

Karier Yudo pun terus merangkak naik. Ia sempat menduduki jabatan sebagai Kepala Staf Koarmabar, Pangkolinlamil, Pangarmabar, dan Pangarmada I. Setelah itu, Yudo dilantik menjadi Pangkogabwilhan I pada September 2019.

Sebagai Pangkogabwilhan, pria kelahiran 26 November 1965 itu membawahi tiga matra TNI untuk wilayah Sumatera, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat hingga Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Yudo dipercaya Jokowi sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL). Ia dilantik bersama Marsekal Fadjar Prasetyo sebagai Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU), di Istana Negara Jakarta 20 Mei 2020.

Pelbagai pengalaman operasi turut dilakukan oleh Yudo sepanjang berkarier di TNI AL. Yudo sempat memimpin operasi evakuasi WNI ABK Grand Princess ke Pulau Natuna dan operasi evakuasi WNI ABK Diamond Princess ke Pulau Sebaru.

Yudo juga pernah memimpin pengendalian operasi siaga tempur terkait pelanggaran batas wilayah di laut Natuna Utara pada Januari 2020. Operasi ini dilakukannya selang beberapa bulan dilantik sebagai Pangkogabwilhan I.

Selama pandemi virus corona (Covid-19), Yudo juga kerap memberikan informasi soal corona ketika masih menjabat sebagai Pangkogabwilhan I. Mulai perencanaan karantina WNI di Pulau Natuna, kesiapan Rumah Sakit Darurat Covid-19 di Pulau Galang Kepulauan Riau dan hingga Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta.

Yudo juga kerap memberikan informasi jumlah pasien per hari, perkembangan fasilitas, hingga dipercaya Panglima TNI Hadi Tjahyanto mengakomodasi pasukan dari satuannya.

Pengamat: Panglima TNI Baru Harusnya dari AL

Sementara, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto seharusnya berasal dari kalangan TNI Angkatan Laut. Dia merujuk pada UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Dalam UU tersebut pasal 13 ayat 4 disebutkan panglima dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.

Saat ini Panglima TNI dijabat Hadi Tjahjanto yang berasal dari TNI Angkatan Udara. Sebelumnya, dijabat oleh Gatot Nurmantyo yang berasal dari Angkatan Darat dan Moeldoko yang juga berasal dari AD.

“Jadi kalau pergantian panglima TNI terjadi pada saat ini maka bila pola rotasi dilakukan sepantasnya posisi panglima TNI dijabat oleh Angkatan Laut,” kata Al Araf diskusi Pergantian Panglima TNI dan Transformasi TNI, Kamis (9/9), dilansir CNNIndonesia.com.

Menurut Al Araf, pergantian TNI memang seharusnya dilakukan secara bergantian. Hal itu dimaksudkan agar menumbuhkan rasa kesetaraan antarmatra dan berdampak positif pada kekuatan solidaritas TNI.

“Supaya tidak ada kecemburuan, supaya tidak ada keretakan dalam tubuh TNI kalau kemudian panglima TNI-nya didominasi oleh salah satu angkatan,” ucapnya.

Al Araf juga berkata pergantian panglima TNI harus jadi momentum untuk mendorong kembali agenda reformasi dan transformasi TNI. Ia mengatakan, selain mengacu pada UU tersebut, pendekatan pemilihan calon panglima TNI juga harus substantif.

“Kalau pendekatan substantif ini dilakukan maka panglima TNI/presiden membutuhkan input yang cukup banyak dari lembaga lembaga,” kata dia.

Lembaga negara dimaksud oleh Al Araf seperti Komnas HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengetahui komitmen calon mengenai HAM dan pemberantasan korupsi dan ICW untuk mengetahui transparansi dan akuntabilitas. (*/Abs)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://idnpro.co/